Budi Darma (Sumber: Wikipedia) |
Budi Darma lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 25 April 1937. Ia adalah anak keempat dari enam bersaudara (semuanya laki-laki). Budi Darma menghabiskan masa kecil dan remajanya di berbagai kota di Pulau Jawa — seperti Semarang, Yogyakarta, Salatiga, Jombang, Kendal, dan Bandung — karena mengikuti ayahnya yang bekerja berpindah-pindah sebagai pegawai kantor (jawatan) pos.
Kedua
orang tua Budi Darma berasal dari Rembang. Ayahnya bernama Munandar
Darmowidagdo (kelahiran tahun 1900) dan ibunya bernama Sri Kunmaryati
(kelahiran tahun 1909). Budi Darma menikah dengan Sitaresmi (kelahiran 7
September 1938) pada tahun 1968. Mereka dikaruniai tiga orang putra, yakni
Diana (kelahiran 15 Mei 1969), Guritno (4 Februari 1972), dan Hananto Widodo (3
Juni 1974).
Budi
Darma menyelesaikan pendidikan sekolah dasar tahun 1950 di Kudus, merampungkan pendidikan menengah
pertama tahun 1953 di Salatiga, serta
menuntaskan pendidikan menengah atas tahun 1956 (Wikipedia menyebutnya tahun
1957) di Semarang. Setamat
sekolah menengah atas, ia melanjutkan studi ke Jurusan Sastra Inggris,
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia menyelesaikan pendidikan tingginya
ini pada tahun 1963.
Setamat dari UGM, Budi Darma bekerja
sebagai dosen di Jurusan Bahasa Inggris IKIP Surabaya — sekarang Universitas
Negeri Surabaya (Unesa). Pekerjaan ini ia jalani sejak tahun 1963 hingga
sekarang. Dalam perjalanan kariernya sebagai dosen Universitas Negeri
Surabaya/IKIP Surabaya, ia pernah menjabat Ketua Jurusan Sastra Inggris
(1966—1970 dan 1980—1984), Dekan Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (1963—1966
dan 1970—1974), serta Rektor IKIP Surabaya (1984—1988). Kini Budi Darma menjadi
guru besar (profesor) di Universitas Negeri Surabaya. Selain mengajar di
perguruan tinggi di Surabaya ini, ia juga mengajar di sejumlah universitas luar
negeri.
Budi
Darma meraih gelar Master of Arts in English Creative Writing pada 1975 di
Universitas Indiana, Amerika Serikat. Ia kuliah di universitas yang berbasis di Kota Bloomington,
Indiana, ini dengan biaya beasiswa. Dengan beasiswa dari The Ford Foundation, ia
kemudian menyelesaikan pendidikan doktornya (Doctor of Philosophy) di universitas
yang sama pada tahun 1980. Setelah meraih gelar doktor, Budi Darma menjadi visiting associate research di
Universitas Indiana. Pada tahun 1967, selama tiga bulan, ia mengikuti
International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat. Pada tahun
1970 —1971, ia juga mendapat beasiswa dari East West Centre untuk menempuh
studi nirgelar mengenai basic humanities
'ilmu budaya dasar' di Universitas Hawaii, Honolulu, Amerika Serikat.
Pembaharu Prosa
Indonesia
Budi
Darma mulai aktif dan produktif menulis sejak tahun 1968/1969. Selain dalam
bahasa Indonesia, ia juga menulis dalam bahasa Inggris. Tulisan-tulisannya
berupa cerpen, novel, esai, dan makalah. Selain antologi cerpen Kritikus Adinan (2002), hingga kini sejumlah
buku karyanya telah terbit; antara lain, Olenka
(novel, 1983), Rafilus (novel,
1998), Ny. Talis (novel, 1996), Orang-Orang Bloomington (kumpulan
cerpen, 1981), Solilokui (kumpulan
esai, 1983), Sejumlah Esai Sastra (kumpulan
esai, 1984), Harmonium (kumpulan
esai, 1995), Fofo dan Senggring
(kumpulan esai, 2005), serta sebuah karya terjemahan (The Legacy karya Intsi V.
Himanyunga, 1996). Karya lainnya adalah Modern
Literature of ASEAN (Editor Kepala, 2000) dan Kumpulan Esai Sastra ASEAN (ASEAN
Committee on Culture and Information). Adapun buku-buku nonsastra yang
dihasilkannya, antara lain, Sejarah 10
November 1945 (Pemda Jatim, 1987) dan Culture
in Surabaya (IKIP Surabaya, 1992).
Cerpen-cerpennya
dimuat di majalah sastra Horison,
harian Kompas (edisi Minggu), serta
buku Kumpulan Cerpen Terbaik pilihan
Kompas. Esai-esainya yang menggugah
juga dimuat di Horison dan Kompas. Beberapa cerita pendeknya yang
ditulis dalam bahasa Inggris dimuat di berbagai media massa yang terbit di
Indiana, Bloomington. Tulisan-tulisan lainnya dimuat di beberapa majalah,
antara lain, Budaja (Yogyakarta), Basis (Yogyakarta), Gama (Yogyakarta), Gadjah
Mada (Yogyakarta), Gema Mahasiswa
(Yogyakarta), Contact (Yogyakarta), Tjerita (Jakarta), Indonesia (Jakarta), Roman
(Jakarta), Forum (Jakarta), dan Gelora (Surabaya), serta surat kabar Berita Nasional (Yogyakarta), Minggu Pagi
(Yogyakarta), Kontak (Surabaya), Jawa Pos (Surabaya), dan Tanah Air
(Semarang).
Novel Olenka (Sumber: Tokopedia) |
Karya-karya
prosa Budi Darma (cerpen dan novel) mendapat pembahasan dalam bab tersendiri
dalam buku karangan kritikus satra, A. Teeuw, Modern Indonesian Literature (Jilid 2). Cerpen Budi Darma yang
dimuat Horison, “Sang Anak” oleh
Satyagaraha Hoerip dimasukkan ke dalam antologi Cerita Pendek Indonesia (Jilid 3). Cerpennya yang berjudul “Laki-Laki
Pemanggul Goni” terpilih menjadi cerpen terbaik
harian Kompas untuk tahun 2012,
sedangkan cerpen lainnya, “Derabat”,
dijadikan judul buku Kumpulan Cerita Pendek Terbaik Kompas tahun 1999 serta Budi Darma dinobatkan sebagai penulis
cerita pendek yang setia hingga usia senja. Dua cerita pendeknya ditransformasi
dalam bentuk drama, yaitu “Orez” (yang dipentaskan
mahasiswa ISI Yogyakarta) dan “Kritikus
Adinan” (dipentaskan mahasiswa STSI Bandung).
Kontribusi Budi
Darma bagi kemajuan
sastra dianggap sangat
besar. Karya-karya cerpen dan novelnya membawa
perubahan baru dalam teknik bercerita dan penokohan, yang kemudian mempengaruhi
banyak cerpenis dan novelis Indonesia yang muncul sesudahnya. Teknik
penceritaan yang dilakukan Budi Darma kerap dianggap sebagai teknik kolase,
sedangkan tokoh-tokoh yang ditampilkannya tidak jarang memiliki karakter aneh
atau absurd. Bersama Iwan Simatupang,
Putu Wijaya, dan Danarto, ia seringkali dikategorikan sebagai pembaharu kesusastraan
modern Indonesia untuk genre prosa.
Budi Darma memiliki kecepatan yang menakjubkan dalam
menulis cerpen atau novel. Ia sudah terbiasa menulis tanpa perencanaan lebih
dahulu. Novel Olenka yang meraih berbagai
penghargaan itu, misalnya, diselesaikannya hanya dalam waktu tiga pekan. Dalam
sebuah wawancara dengan jurnal Prosa (2003), ia mengatakan,
“Saya menulis tanpa saya rencanakan,
dan juga tanpa draft. Andaikata
menulis dapat disamakan dengan bertempur, saya hanya mengikuti mood, tanpa menggariskan strategi, tanpa
pula merinci taktik. Di belakang mood,
sementara itu, ada obsesi.”
Tokoh
Berprestasi
Selama kuliah di Amerika Serikat, Budi Darma
masuk dalam kategori mahasiswa yang berprestasi sehingga namanya diabadikan dalam Who's Who in The World (1982/1983). Ia
terdaftar sebagai anggota Modern Language Association
(MLA), New York, untuk periode 1977—1990. Namanya juga tercantum dalam buku Ensiklopedi Pengarang
Indonesia. Saat
lulus pendidikan S-1 dari Fakultas Sastra dan Budaya UGM, ia meraih
penghargaan Bintang Wisuda Bhakti sebagai
wisudawan terbaik.
Budi Darma dinyatakan sebagai warga Surabaya berprestasi dalam bidang
kesusastraan selama dua kali berturut-turut,
yakni tahun 1987 dan 1988, oleh Walikota Surabaya, Purnomo Kasidi. Tahun 2004, dia mendapatkan penghargaan warga
berprestasi seni oleh gubernur Jawa Timur. Pada
tahun 1993, ia mendapat penghargaan Anugerah Seni Pemerintah RI.
Sebagai
sastrawan, akademisi, dan intelektual, Budi Darma kerap didaulat untuk
memberikan ceramah, mengajar, dan menguji calon sarjana atau doktor sastra baik
di dalam maupun luar negeri. Tak jarang pula ia mendapat
undangan
untuk melakukan riset, khususnya tentang sastra
Inggris atau Amerika. Di tengah kesibukannya, ia tercatat sebagai chief editor untuk
Modern Literature of ASEAN (2000) yang diterbitkaan
oleh COCI (Committee on Cultural
Information) ASEAN. Buku ini membahas perkembangan kesusastraan di beberapa negara
ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura,
dan Vietnam. Budi Darma pernah mengisi program siaran
sastra dan budaya di RRI (Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya) dan TVRI
(Surabaya).
Dalam kerja sama Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara), Budi Darma beberapa kali menjadi
pembimbing cerpenis, esais, dan novelis muda dari Brunei Darussalam, Indonesia,
dan Malaysia dalam Program Penulisan Mastera (1998, 1999, 2000, 2003, 2004, 2005, 2008). Ia pernah ditunjuk sebagai
pakar kesusastraan bandingan dalam keanggotaan pakar Mastera Indonesia. Pria yang dikenal ramah dan santun ini juga terlibat dalam pembimbingan berbagai lokakarya dan penataran
sastra bagi pegawai Pusat Bahasa dan dosen muda dari berbagai perguruan tinggi
di Indonesia yang diadakan oleh
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Budi
Darma dikenal sebagai tokoh yang memiliki wawasan yang luas karena kegemarannya
membaca dan menulis. Sastrawan kreatif ini memiliki kegemaran membaca sejak remaja. Saat duduk
di bangku SMP di Salatiga, ia sudah banyak membaca buku-buku sastra Indonesia
dan asing. Di perpustakaan pemerintah Salatiga ia sering mengisi waktu luangnya
dengan melahap karya-karya Idrus, Merari Siregar, Suman Hs., dan sebagainya.
Dengan kemampuan bahasa Inggris yang masih pas-pasan,
ia juga membaca karya-karya Karl May, Hector Malot, Alexander Dumas, dan
sebagainya. Kisah dalam salah satu cerpen Rusia (berbahasa Inggris) yang
berjudul “The Darling” sedikit banyak juga memiliki hubungan dengan tokoh
Olenka dalam novel Olenka.
Kegemaran
membaca Budi Darma diperkirakan ditularkan
oleh ibunya, yang memiliki tradisi membaca yang baik untuk ukuran zamannya. Literatur
yang banyak dibaca ibunya adalah cerita wayang dan mitologi Jawa. Di samping
itu, ketika kuliah di UGM, Budi Darma tinggal di rumah pamannya yang menjadi dosen dan ahli hukum, yakni Prof. Mr. Notosusanto
(ayah Nugroho Notosusanto — sastrawan, sejarawan, dan mantan
menteri pendidikan dan kebudayaan).
Diskusi ilmiah yang sering dilakukan dengan pamannya turut membuka dan
memperluas cakrawala keilmuan Budi Darma.
No comments:
Post a Comment