Friday, April 27, 2018

Leo Tolstoy, Sastrawan yang Berasal dari Keluarga Bangsawan

Leo Tolstoy (Sumber: i.pinimg.com)

Pria yang nama lahirnya Pangeran Lev Nikolayevich Tolstoy ini biasa disebut sebagai Leo Tolstoy. Tolstoy lahir di Yasnaya Polyana, Kekaisaran Rusia, pada 9 September 1828 dan wafat di Astapovo pada 20 November 1910. Tolstoy adalah anak keempat dari lima bersaudara.
Orang tua Tolstoy meninggal ketika ia masih kecil sehingga ia dibesarkan oleh sanak keluarganya. Tolstoy belajar hukum dan bahasa oriental di Universitas Kazan. Tampaknya ia tidak begitu kerasan dengan dunia akademik sehingga ia meninggalkan bangku kuliah sebelum tamat. Para dosennya mendeskripsikan dirinya sebagai “tidak mampu dan tidak mau belajar.”
Tolstoy sebenarnya berasal dari keluarga bangsawan Rusia yang kaya raya. Namun, ironis, Tolstoy merasa bahwa dirinya tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan. Ia terkenal di kalangan para petani karena kedermawanannya. Ia juga sering memberikan bantuan kepada para gelandangan dan pengemis.
Pada tahun 1862 Tolstoy menikah dengan Sofia Andreevna Bers. Pernikahan Tolstoy dengan perempuan yang usianya 16 tahun lebih muda ini menghasilkan 13 orang anak. Ia menghabiskan banyak waktunya di Moskwa dan St. Petersburg. Setelah terjerat utang besar karena judi, Tolstoy menemani kakaknya ke Kaukasus dan kemudian memasuki dinas ketentaraan Rusia. Pada masa-masa inilah ia mulai menulis sastra.
Tolstoy menjadi besar, dihormati, disegani, dikagumi, dan diidolakan oleh banyak kalangan karena karya-karya sastranya. Ia menulis esai, cerita pendek, naskah drama, dan novel. Bersama dengan Fyodor Dostoyevsky, Leo Tolstoy  dianggap sebagai sastrawan terbesar Rusia hingga saat ini. Wikipedia menyebutnya sebagai sastrawan, pembaharu sosial, pasivis, anarkis Kristen, dan vegetarian.
Nama Tolstoy mencuat di blantika sastra Rusia dan dunia terutama karena dua novel masterpiece-nya, yakni Perang dan Damai (1865-1869) dan Anna Karenina (1875-1877). Kedua buku ini dinilai Wikipedia bertengger di puncak fiksi realistik dari cakupan, luas, dan gambarannya yang realistik perihal kehidupan Rusia. Karya-karya lain Tolstoy, di antaranya, Serangan (1852), Masa Kecil (1854), Cerita-Cerita Sevastopol (1855–1856), Kebahagiaan Keluarga (1859), Orang-Orang Kosak (1863), Tawanan di Kaukasus (1872), Romo Sergius (1873), Kematian Ivan Ilyich (1886), Kuasa Kegelapan (1886), Buah-Buah Kebudayaan (1889), Sonata Kreutzer (1889), Kerajaan Allah Ada di Dalam Dirimu (1894), Surat kepada Kaum Liberal (1898), Mayat Hidup (1911), dan Hadji Murad (1912).
Oleh karena keunggulan dan kehebatan karya-karyanya (terutama novel-novelnya), Tolstoy dikagumi dan dihormati oleh sesama sastrawan sezamannya. Sesama sastrawan Rusia, Dostoyevsky, menganggap Tolstoy sebagai novelis terbesar di antara semua novelis yang hidup pada zaman itu. Satrawan Rusia yang lain, Anton Chekhov, memuji Tolstoy dengan mengatakan, “....  bahkan jika kita sendiri tidak mencapai hasil apa-apa, hal itu tidak menjadi masalah karena Tolstoy yang berprestasi untuk kita semua.” Virginia Woolf menganggap Tolstoy sebagai yang terbesar di antara semua novelis. Sastrawan Prancis, Gustave Flaubert, menilai Tolstoy sebagai seniman dan psikolog yang hebat. Adapun Thomas Mann, William Faulkner, dan Marcel Proust memiliki perasaan yang relatif sama bahwa karya-karya Tolstoy begitu mirip dengan alam.
Tolstoy memiliki pengalaman unik tersendiri terkait dengan Dostoyevsky. Tolstoy dan Dostoyevsky, baik oleh publik Rusia maupun peminat dan kritikus sastra dunia, sama-sama dianggap sebagai sastrawan terbesar Rusia dan mereka berdua juga hidup dalam masa atau zaman yang sama, tetapi mereka tidak pernah berjumpa dan bertatap muka secara langsung. Keduanya saling memuji dan karya-karya keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Tolstoy konon menangis pada saat mendengar berita kematian Dostoyevsky.
Tolstoy tidak hanya menanamkan pengaruh besar dan luas di dunia sastra, melainkan juga di kalangan aktivis kemanusiaan. Melalui karyanya, Kerajaan Allah Ada di dalam Dirimu, Tolstoy mengungkapkan ide-ide cemerlangnya mengenai perlawanan tanpa kekerasan. Gagasan Tolstoy ini kemudian diketahui memengaruhi tokoh-tokoh kemanusiaan terkemuka abad ke-20, seperti Mahatma Gandhi dan Martin Luther King, Jr.
Berikut beberapa fakta unik lain di sekitar kehidupan Leo Tolstoy.
·       Pernikahannya yang terakhir digambarkan oleh A.N. Wilson sebagai salah satu pernikahan yang paling tidak bahagia dalam sejarah sastra.
·       Perang dan Damai  (War and Peace) secara umum dianggap sebagai salah satu novel besar dan fenomenal yang pernah ditulis. Cakupan ceritanya demikian luas, tetapi terjaga keutuhannya. Di dalamnya ada 580 tokoh, banyak di antaranya historis dan yang lainnya fiktif.
·       Perang dan Damai  memang dinilai publik dan kritikus sebagai novel besar dan fenomenal, tetapi Tolstoy sendiri justru tidak menganggap Perang dan Damai sebagai sebuah novel.
·       Selain sebagai sastrawan, Tolstoy juga tercatat sebagai anggota resimen artileri berpangkat letnan dua yang turut ambil bagian dalam Perang Krim.
·       Tolstoy wafat pada tahun 1910 akibat radang paru-paru. Ia mengembuskan napas terakhirnya di sebuah stasiun kereta api pada umur 82 tahun -- kejadiannya berlangsung setelah ia meninggalkan rumahnya di tengah musim dingin yang menusuk tulang.
·       Berawal dari surat yang ditulis dan dikirimnya kepada sebuah surat kabar India (surat itu diberi judul “Surat kepada Seorang Hindu”), Tolstoy terlibat korespondensi panjang dengan Mahatma Gandhi. Ide-ide Tolstoy melalui korespondensi ini sangat memengaruhi Gandhi dalam mengembangkan konsep perlawanan tanpa kekerasan.
·       Sebagian novelnya, seperti Kematian Ivan Ilyich (1886) dan Jadi Apa yang Harus Kita Lakukan  mengembangkan filsafat Kristen anarko-pasifis yang membuat ia dikucilkan dari Gereja Ortodoks pada tahun 1901.
(Sumber: Maestronesia, http://belajarpadamaestro.blogspot.co.id/2017/11/leo-tolstoy-18281910.html, 17 November 2017)

No comments:

Post a Comment