Friday, September 14, 2018

Pengertian Prestasi dan Proses Berprestasi

Sumber: de.123rf.com

Kita tentu paham dengan makna kata ‘prestasi’. Walaupun tidak mengetahui secara persis maknanya, kita mungkin dapat mengira-ngira atau merasakan apa yang tersirat dan mencuat dari kata ‘prestasi’. Apakah sesungguhnya prestasi itu? Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari segala yang diusahakan, dikerjakan, atau dilakukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 895).
Apakah semua ‘pencapaian’ atau ‘hasil yang dicapai’ layak disebut sebagai prestasi? Dari segi bahasa, prestasi memang dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai, tak peduli hasil itu baik atau jelek, tinggi atau rendah. Namun, dalam pengertian sehari-hari, umumnya prestasi dianggap sebagai pencapaian yang baik atau tinggi. Pencapaian yang rendah atau biasa-biasa saja seringkali tidak dianggap sebagai prestasi atau dikatakan prestasi. Seringkali dikatakan bahwa orang yang berprestasi ialah orang yang mampu mencapai hasil yang tinggi atau bahkan tertinggi, sedangkan orang yang tidak mampu mencapai hasil yang tinggi dianggap tidak berprestasi.
Sebagai pencapaian yang tinggi, prestasi umumnya diraih dengan usaha yang tidak gampang dan sederhana. Prestasi lazim diraih dengan usaha dan kerja yang keras, bahkan tidak jarang amat keras. Pribadi yang berprestasi biasanya adalah pribadi yang ulet, tekun, rajin, disiplin, tangguh, memiliki tekad yang kuat, tidak mudah puas, dan tidak mudah putus asa. Orang yang manja, malas, tidak berdisiplin, dan mudah menyerah sangat sulit atau mustahil mampu meraih prestasi.
Prestasi tidak jarang diraih melalui perjalanan waktu yang panjang. Setelah sejak kecil belajar, berlatih, berdisiplin, mengembangkan diri, memeras otak, mengeluarkan biaya, dan menghabiskan banyak energi, orang sering baru meraih prestasi pada usia dewasa. Hal ini, misalnya saja, banyak terjadi pada olahragawan, ilmuwan, dan sastrawan.
Prestasi juga seringkali diraih melalui serangkaian kegagalan. Setelah mengalami kegagalan demi kegagalan yang jumlahnya dapat mencapai belasan atau bahkan puluhan kali, orang baru dapat meraih prestasi pada sekian belas tahun kemudian. Kegagalan demi kegagalan tidak membuat patah semangat, melainkan justru makin memacu hasrat dan semangat untuk mencapai hasil tinggi sehingga kemudian dapat diraih prestasi. Hal ini, misalnya, dialami oleh para ilmuwan, pengusaha, dan industriawan.
Orang yang berprestasi biasanya dinilai sebagai orang yang sukses. Orang berprestasi dianggap memiliki keistimewaan. Keistimewaan itu tidak sepenuhnya dan tidak selalu terkait dengan kecerdasan, bakat, uang, materi, atau keberuntungan. Keistimewaan itu justru kerapkali berwujud tekad dan semangat serta kemauan untuk berusaha, bekerja, berlatih, berdoa, dan berkorban. Artinya, keistimewaan orang-orang yang berprestasi dan sukses umumnya terletak pada kesediaan mereka untuk melakukan hal-hal berat penuh pengorbanan (waktu, tenaga, pikiran, dan sebagainya) dan bukan semata-mata karena kecerdasan, bakat, uang, materi, atau keberuntungan.
Dengan begitu jelas, prestasi diperoleh lewat proses yang sulit dan panjang. Namun, prestasi dapat diraih oleh setiap orang. Setiap orang memiliki peluang dan kesempatan untuk meraih prestasi. Prestasi bukanlah monopoli orang-orang yang jenius, pandai, cantik, tampan, kuat, atau kaya. Orang yang dari segi kecerdasan biasa-biasa saja dan secara ekonomi lemah (miskin) banyak sekali yang meraih prestasi tinggi dan sukses besar dalam hidupnya, sebaliknya tidak sedikit orang yang cerdas lagi kaya pada masa-masa akhir kehidupannya jatuh menjadi orang yang gagal, miskin, telantar, dan menderita.

Kaitan Prestasi Seseorang dan Keunggulan Bangsa

Sumber: dhedhi-irawan.blogspot.com

Apakah prestasi seseorang memiliki kaitan dengan nama atau reputasi suatu bangsa? Apakah prestasi seseorang juga berhubungan dengan keunggulan suatu bangsa? Mungkinkah prestasi warga negara mampu mengangkat derajat bangsa sekaligus membawa keunggulan bangsa di kancah internasional?
Prestasi seseorang jelas berhubungan dengan derajat dan keunggulan suatu bangsa. Prestasi internasional yang dicapai seorang warga negara akan mendorong terangkatnya derajat dan keunggulan bangsa. Melalui media massa kita tahu nama-nama orang berprestasi di tingkat dunia. Nama mereka mencuat bersama nama bangsanya masing-masing karena mereka memang tidak dapat dilepaskan dengan kebangsaannya. Kehebatan prestasi mereka juga menunjukkan bahwa bangsa mereka memiliki keunggulan.
Kita tentu mengenal nama-nama yang sudah melegenda, seperti Ronaldo da Lima, Zinedine Zidane,  Ronaldinho, Lionel Messi, Xavi Hernandez, Steve Jobs, Bill Gates, James Watt, Alfred Nobel, Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Rafael Nadal, Justine Henin, Valentino Rossi, Wolfgang Amadeus Mozart, Beethoven, Michael Jordan, Magic Johnson, Tiger Wood, Muhammad Ali, atau Chris John. Mereka adalah para pemilik prestasi dunia yang selalu identik dengan nama dan citra bangsanya. Setiap melihat  sosok mereka di televisi atau majalah, ingatan kita dengan otomatis akan tertuju pada kebangsaan mereka masing-masing. Setiap ingat akan kebangsaan mereka, kita jadi paham pula akan keunggulan bangsa mereka, setidaknya keunggulan itu ada pada bidang yang masing-masing mereka tekuni.
1.  Prestasi Individu Menentukan Keunggulan Bangsa
Secara umum, prestasi individu menentukan keunggulan bangsa dari individu yang bersangkutan. Kita dapat memperhatikan contoh ini: jika suatu sekolah memiliki banyak siswa yang berprestasi, dengan sendirinya sekolah memiliki keunggulan di antara sekolah-sekolah yang lain. Hal ini karena gabungan prestasi dari para siswa itu akan membentuk kesatuan prestasi yang mewakili prestasi sekolah. Demikian pula dengan bangsa; jika suatu bangsa memiliki banyak warga negara yang berprestasi, bangsa yang bersangkutan akan memiliki keunggulan karena gabungan prestasi dari para warga negara akhirnya akan menyatu membentuk dan mewakili prestasi bangsa.
Prestasi warga negara menunjukkan gambaran tentang kemampuan bangsa. Satu warga negara berprestasi belum menggambarkan kemampuan unggul suatu bangsa, tetapi jika prestasi itu dicapai oleh banyak warga negaranya, itu sudah jelas menunjukkan kemampuan bangsa yang dimaksud. Banyaknya warga negara yang berprestasi menunjukkan bahwa bangsa dari para warga negara itu memiliki kemampuan yang tidak rendah. Dengan kata lain, bangsa yang memiliki banyak warga negara berprestasi akan mempunyai kemampuan yang tinggi. Adapun kemampuan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat keunggulan suatu bangsa dalam persaingannya dengan bangsa-bangsa lain.
Oleh sebab itu, prestasi para warga negara bermakna penting bagi suatu bangsa dalam meraih kemampuan dan keunggulan. Prestasi para warga negara amat dibutuhkan untuk meraih kemampuan dan keunggulan bangsa secara keseluruhan. Suatu bangsa perlu memiliki sebanyak mungkin warga negara berprestasi agar bangsa itu memiliki kemampuan dan keunggulan. Begitu pula bangsa kita, amat membutuhkan kehadiran sebanyak mungkin warga negara yang berprestasi agar bangsa kita memiliki keunggulan di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia.
2.  Meraih Prestasi untuk Keunggulan Bangsa
Nah, upaya untuk mewujudkan keunggulan bangsa Indonesia menjadi tanggung jawab semua warga negara bangsa kita. Lebih khusus, tanggung jawab untuk meraih keunggulan bangsa kita pada masa depan berada di pundak para generasi muda. Pada masa depan, saat persaingan antarbangsa akan berlangsung sangat ketat dan keras akibat globalisasi yang kian deras, bangsa kita membu-tuhkan keunggulan. Keunggulan tersebut akan dapat diwujudkan jika sejak saat ini generasi muda mulai merintis upaya untuk meraih prestasi setinggi-tingginya.
Jika kelak setelah dewasa para remaja banyak yang meraih prestasi tinggi, bangsa kita akan banyak meraih kemajuan sehingga akan pula memiliki keunggulan. Prestasi dapat diraih dalam bidang apa saja. Akan tetapi, satu hal telah jelas, prestasi tak mungkin diraih dengan usaha yang setengah-setengah. Pada dasarnya, semua orang mempunyai potensi. Dan potensi yang kita miliki akan membuahkan prestasi tinggi jika kita mengembangkannya dengan usaha dan kerja keras yang penuh totalitas.


Pengertian Potensi dan Jenis Potensi


Sumber: de.123rf.com
Apakah potensi itu? Dalam bahasa Inggris, potensi disebut potency yang berarti ‘daya’ atau potent  yang berarti ‘keras’ atau ‘kuat’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 890) dijelaskan bahwa potensi adalah kekuatan, kesanggupan, kemampuan, kekuasaan, atau daya yang mengandung kemungkinan untuk dikembangkan.
A.  Pengertian Potensi
Dalam kamus yang sama potensi juga diberi pengertian yang lain, yaitu kemampuan-kemampuan dan kualitas-kualitas yang dimiliki atau ada pada diri seseorang, yang belum digunakan secara maksimal. Demikianlah, potensi merupakan kekuatan, kesanggupan, kemampuan, atau daya yang dimiliki seseorang. Namun, kekuatan, kesanggupan, kemampuan, atau daya itu masih menjadi hal yang tersimpan, terpendam, atau tersembunyi. Kekuatan, kesanggupan, kemampuan, atau daya tersebut belum dikembangkan menjadi suatu kecakapan atau keterampilan aktif yang menghasilkan karya atau kinerja.
Potensi seringkali disamakan atau diidentikkan dengan bakat atau pembawaan. Maka tidak jarang dikatakan bahwa orang yang berbakat adalah orang yang potensial, atau orang yang potensial adalah orang yang berbakat. Potensi memang mirip dengan bakat. Akan tetapi, potensi agak berbeda dengan bakat karena bakat pada seseorang biasanya cenderung sudah terlihat tanda-tandanya sejak kecil.
Sebagai kemampuan atau daya yang masih terpendam, potensi perlu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi harus dilakukan secara tepat dan optimal agar menjadi kecakapan atau keterampilan (skill). Kecakapan atau keterampilan inilah yang akan menjadi sarana utama untuk meraih prestasi. Apabila kecakapan atau keterampilan sudah terbentuk, usaha meraih prestasi baru dapat dilakukan.
B.  Jenis-Jenis Potensi pada Manusia
Setiap manusia pada dasarnya memiliki potensi. Dan potensi yang dimiliki masing-masing pribadi berbeda-beda. Ada orang yang memiliki potensi berupa fisik yang kuat dan gesit, ada yang memiliki tangan yang terampil melukis, ada yang punya suara bagus dalam menyanyi, ada yang punya otak encer yang cerdas, ada yang memiliki tangan yang terampil memainkan alat musik, ada yang sepasang kakinya terampil memainkan bola, ada yang imajinasinya kuat sehingga pintar menulis karya fiksi, dan sebagainya. Semua itu ada pada diri manusia, tetapi tidak ada manusia sempurna yang sekaligus memiliki kesemua potensi atau kemampuan itu.
Banyak dan beragamnya potensi pada diri manusia memungkinkan manusia dapat meraih prestasi dalam berbagai bidang dan sektor yang berbeda-beda. Itulah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Potensi diberikan kepada manusia tidak hanya sekadar untuk mempertahankan hidup secara minimum, melainkan juga untuk meraih prestasi tinggi yang dapat mengantarkan manusia pada kemajuan-kemajuan hidup maksimum demi harkat dan martabatnya.
Potensi yang dimiliki manusia sendiri dapat dikelompokkan menjadi lima jenis. Kelimanya masing-masing adalah potensi fisik (psychomotoric), potensi mental intelektual (intellectual quotient), potensi mental spiritual (spiritual quotient), potensi sosial emosional (emotional quotient), dan potensi ketahanan mental (adversity quotient). Penjelasan dari kelima jenis potensi tersebut adalah sebagai berikut.
·       Potensi fisik (psychomotoric) adalah potensi yang dimiliki manusia dalam wujud organ fisik yang dapat digunakan dan diberdayakan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup (dalam arti luas). Potensi fisik dapat dikembangkan menjadi berbagai keterampilan atau kecakapan gerak, seperti olahraga, membuat kerajinan tangan, melukis, bermain musik, dan menari.
·       Potensi mental intelektual (intellectual quotient) adalah potensi yang dimiliki manusia dalam wujud kecerdasan otak (terutama pada otak sebelah kiri). Potensi mental intelektual dapat dikembangkan menjadi kecakapan untuk menghitung, menganalisis, merencanakan, dan sebagainya.
·       Potensi mental spiritual (spiritual quotient) ialah potensi yang dimiliki manusia dalam bentuk kecerdasan untuk berbuat kearifan. Melalui potensi mental spiritual, manusia dapat menjadi pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Potensi ini bisa dikembangkan menjadi kecakapan religius yang  membuat manusia beriman, bertakwa, serta berbuat baik terhadap sesama dan lingkungan.
·       Potensi sosial emosional (emotional quotient) adalah potensi yang terdapat pada manusia dalam bentuk kecerdasan otak (terutama pada otak sebelah kanan). Potensi ini dapat dikembangkan menjadi kecakapan untuk mengendalikan emosi, motivasi, amarah, tanggung jawab, kesadaran diri, dan sebagainya.
·       Potensi ketahanan mental (adversity quotient) adalah potensi yang ada pada diri manusia dalam wujud kecerdasan untuk melakukan atau menghadapi keadaan secara ulet, tangguh, dan berdaya juang tinggi. Potensi ini merupakan salah satu faktor penentu teraihnya prestasi dan sukses karena menjadikan manusia mampu menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan dengan baik. Dengan potensi ini seseorang akan mampu mengubah berbagai tantangan dan rintangan menjadi peluang.

Efektivitas dan Efisiensi dalam Pengembangan Potensi

Sumber: fire-safety-consulting.be

Dalam banyak kasus, potensi seperti misteri atau teka-teki. Kita percaya bahwa semua orang memiliki potensi, tetapi seringkali kita sendiri bahkan tidak tahu apa potensi sejati atau potensi sesungguhnya yang kita miliki atau yang ada pada diri kita sendiri. Potensi sungguh misterius; kehadirannya dapat dirasakan, tetapi wujud atau bentuknya kerapkali tak tertangkap penglihatan sehingga senantiasa menyebabkan penasaran.
Tidak sedikit orang yang selama hidupnya tak pernah mengetahui secara pasti apa potensi yang mereka miliki walaupun hidup mereka sendiri sebenarnya juga tidak gagal. Bahkan kita juga tidak tahu, apakah orang-orang hebat, seperti Ibnu Khaldun, Aristoteles, Isaac Newton, Leonardo da Vinci, Leo Tolstoy, William Shakespeare, Amadeus Mozart, Napoleon Bonaparte, Thomas Jefferson, Mahatma Gandi, Albert Einstein, Ernest Hemingway, Mohammad Hatta, Pele, Muhammad Ali, Steve Job, dan Bill Gate, mengetahui potensi mereka masing-masing. Untuk menjadi sukses, besar, dan legendaris seperti itu, apakah mereka telah melakukan upaya pengembangan potensi sesuai dengan potensinya aslinya masing-masing? Apakah Aristoteles sadar betul bahwa bakat terbesarnya memang benar-benar dalam bidang filsafat atau Muhammad Ali sepenuhnya paham bahwa bakat terbesarnya memang sungguh-sungguh dalam olahraga tinju? Jangan-jangan Aristoteles memiliki bakat besar juga dalam menyanyi sehingga jika dia mengembangkan potensinya ini dengan benar serta keadaan zaman saat itu mendukung, selain akan menjadi filsuf besar dia juga akan menjadi penyanyi dunia papan atas. Jangan-jangan Muhammad Ali juga memiliki bakat besar dalam melukis sehingga manakala dia mengembangkannya dengan optimal, selain menjadi juara dunia tinju, ia juga akan dikenal sebagai seorang pelukis yang sejajar dengan Pablo Picasso dan Rembrandt.
Sejarah memang membuktikan, tokoh-tokoh besar dan sukses tidak selalu lahir dari sinkronnya antara usaha pengembangan potensi di sisi satu dan potensi itu sendiri (potensi yang ada) di sisi lain. Artinya, lahirnya tokoh-tokoh sukses tidak selalu atau tidak selamanya ditentukan oleh kesesuaian antara potensi yang dimiliki para tokoh dengan usaha yang mereka lakukan untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Bisa saja seorang tokoh tertartik dan berminat untuk menghasilkan karya elektronika serta berkat kerja keras dan keuletannya ia sukses menjadi pengusaha elektronika terkemuka dan terkaya, padahal sebenarnya  ia memiliki bakat besar dalam bidang musik atau sastra.
Namun, tentu saja, keajaiban atau keanehan semacam itu tidak serta merta bisa kita jadikan alasan untuk meremehkan arti pentingnya mengetahui dan memastikan potensi sebagai titik tolak untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi dalam upaya meraih kesuksesan. Bagaimanapun juga, untuk sebagian besar manusia, mengetahui potensi diri serta mengembangkannya menjadi kompetensi atau kualifikasi yang dapat membawa kesuksesan lebih penting dan lebih diperlukan daripada melakukan upaya ngawur dalam meraih kesuksesan hidup. Artinya, segala upaya yang kita lakukan untuk meraih kesuksesan, bagaimanapun, perlu dan penting untuk disesuaikan dengan potensi kita masing-masing. Keajaiban, keanehan, atau keunikan memang dapat terjadi –– seperti yang diilustrasikan di depan tadi –– tetapi itu bersifat perkecualian serta hanya bisa dilakukan oleh orang-orang dengan kemampuan yang luar biasa serta tekat, semangat, kerja keras, dan dukungan lingkungan yang tidak biasa pula.
Dalam kehidupan modern saat ini, kesuksesan sulit diraih dengan cara-cara yang boros waktu, tenaga, pikiran, dan biaya. Di tengah makin banyaknya jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran untuk hidup sukses, ketatnya persaingan, kencangnya globalisasi, terbatasnya berbagai sumber daya, serta majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, kesuksesan harus diraih dengan cara-cara yang efektif dan efisien. Nah, efektivitas dan efisiensi dalam meraih kesuksesan hanya dapat dicapai jika upaya pengembangan potensi kita lakukan berdasarkan pengenalan dan pengetahuan yang tepat mengenai potensi asli yang kita miliki. Makin kita tepat dalam mengenali dan mengetahui potensi yang kita miliki untuk kita kembangkan menjadi kompetensi dan kualifikasi, maka makin efektif dan efisienlah usaha yang kita lakukan dalam mencapai kesuksesan.
Dengan mengenali dan mengetahui potensi diri secara tepat, kita telah melakukan penghematan waktu, biaya, tenaga, dan pikiran secara besar-besaran. Hal ini karena kita tidak terus-menerus berkutat dan disibukkan oleh upaya-upaya yang tak terencana, tak jelas, dan tak terarah, yang menghabiskan sumber daya (uang, tenaga, pikiran, waktu, dan sebagainya) yang besar sekali. Bayangkan, berapa waktu, biaya, tenaga, dan pikiran yang kita hambur-hamburkan dengan percuma jika kita salah dalam mengenali dan mengetahui potensi? Betapa besarnya pemborosan yang kita lakukan jika selama bertahun-tahun kita kerja keras belajar dan berlatih, tetapi ternyata apa yang kita latih tidak sesuai dengan potensi sejati yang kita miliki? Betapa sayangnya jika bakat kita, misalnya, dalam bidang seni, tetapi yang kita genjot terus kemampuan kita dalam bidang olahraga, atau sebaliknya?
Dengan demikian, efektivitas dan efisiensi pengembangan potensi menjadi bagian dari faktor yang menentukan dalam meraih prestasi dan kesuksesan. Prestasi dan kesuksesan tidak dapat diraih dengan jalan pengembangan potensi yang dilakukan secara spekulatif (untung-untungan). Pengembangan potensi yang dilakukan secara spekulatif tidak hanya akan mengakibatkan pemborosan banyak hal, melainkan juga menyebabkan upaya meraih prestasi dan sukses sangat sulit dilakukan atau bahkan mudah sekali menemui kegagalan.

Uang dan Harta Bukan Bagian dari Potensi

Sumber: http uangonline.com

Memang benar, uang dan harta memiliki peran dan fungsi penting dalam hidup kita. Namun, kesadaran akan pentingnya peran dan fungsi uang dan harta jangan sampai membuat kita menempatkan keduanya pada posisi dan kedudukan yang keliru. Tak ada yang membantah, uang dan harta memang penting, tetapi keduanya sejatinya hanyalah media (alat) saja, termasuk jika keduanya dikaitkan dengan keberadaan potensi yang dimiliki manusia.
Dalam melihat dan mengembangkan potensi, masyarakat tidak jarang terpancang pada peran uang dan harta. Sebagian masyarakat bahkan menggolongkan uang dan harta sebagai bagian dari potensi; atau beranggapan, uang dan harta merupakan potensi manusia dalam bentuk yang lain. Uang dan harta dipandang dapat menutupi kelemahan potensi. Seseorang yang tak memiliki potensi tertentu, asalkan dia punya uang dan harta, ia dapat “membeli” atau “menebus” potensi yang tak dimilikinya itu melalui cara-cara negatif, seperti suap dan rekayasa, sehingga potensi yang sebenarnya tidak ia miliki secara instant dan mendadak menjadi ia “punyai”.
Peristiwa ironis, menyedihkan, sekaligus memalukan semacam itu banyak terjadi dalam rekrutmen pegawai atau karyawan baru terutama di instansi-instansi milik pemerintah/negara –– kadang-kadang juga di perusahaan BUMN dan swasta. Para calon pegawai/karyawan yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi (potensi) yang dibutuhkan secara mulus dapat diterima menjadi pegawai/karyawan dengan membayar sejumlah uang tertentu atau memberikan gratifikasi tertentu (menyuap). Hal ini tidak jarang dilakukan secara sengaja dengan menyingkirkan calon-calon lain yang lebih memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. Hanya karena pertimbangan uang semata, orang yang tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi menjelma menjadi orang yang (seolah-olah) unggul dan potensial, dan sebaliknya orang yang sebenarnya memiliki kualifikasi dan kompetensi secara tidak fair tercampak menjadi orang yang (seakan-akan) lemah dan tak punya potensi.
Penyimpangan seperti itu terjadi akibat penyelewengan terhadap peran uang dan harta di sisi satu serta nilai potensi manusia di sisi lain. Uang dan harta yang hakikatnya hanya alat disalahgunakan menjadi segala-galanya, sementara potensi manusia yang seharusnya dihormati dan dihargai dengan lebih dari sekadar uang –– karena hal ini menyangkut kehormatan dan martabat manusia –– justru diperlakukan dan ditempatkan lebih rendah daripada uang dan harta. Uang yang sebenarnya hanya alat pembayaran jual beli barang dan jasa bertambah fungsi menjadi alat untuk memperjualbelikan kehormatan manusia serta menghancurkan potensi manusia. Hal ini terjadi selama puluhan tahun dalam sejarah modern Indonesia. Peristiwanya berlangsung lebih masif, sistematis, dan mendalam pada era pemerintahan Orde Baru (selama sekitar 32 tahun) sehingga saat zaman telah memasuki era reformasi seperti sekarang ini pun kebiasaan buruk itu masih sulit sekali diberantas.
Itulah “sulapan” yang menimbulkan banyak ironi dan tragedi di tengah masyarakat kita akibat sikap dan perilaku yang tidak semestinya diambil dalam memperlakukan uang dan harta di sisi satu dan memandang potensi manusia di sisi lain. Akibat penyelewengan terhadap peran uang dan harta, potensi manusia menjadi bernilai seperti barang atau jasa; begitu gampangnya diperjualbelikan. Akibat potensi dapat diperjualbelikan, potensi menjadi tidak penting untuk dihargai dan dihormati sebagai “harta” milik manusia yang sangat berharga, yang senantiasa harus dijaga, dipertahankan, dan ditingkatkan keberadaannya.
Akibat lanjutannya, orang menjadi tidak peduli dan apatis dengan potensi –– baik yang dimiliki diri sendiri maupun orang lain –– serta malas atau tidak merasa perlu untuk mengembangkan potensi. Pertimbangannya, tentu saja, untuk apa membuang tenaga, pikiran, dan waktu demi mengembangkan potensi jika toh nanti akhirnya potensi dapat diperjualbelikan? Untuk apa repot-repot mengasah potensi diri hingga terbentuk kompetensi tinggi jika hal itu akhirnya akan tersisihkan oleh kekuatan uang dan harta? Untuk apa mengerahkan segala daya demi menggenjot potensi supaya dapat memiliki kualifikasi dan prestasi tinggi jika dengan sejumlah uang tertentu kualifikasi dan prestasi tinggi itu bisa dibeli?
Begitulah tragis dan bahayanya jika kebiasaan buruk dalam memperlakukan uang dan harta di tengah keberadaan potensi seperti itu terus dipelihara. Jika demikian terus keadaannya, maka sepanjang hidupnya orang akan cenderung lebih memburu uang dan harta daripada memperhatikan, mengembangkan, dan meningkatkan potensinya. Dan jika upaya memburu uang dan harta itu dilakukan tanpa potensi (kualifikasi dan kompetensi) yang memadai, orang jelas akan mengalami banyak kesulitan, sehingga mudah tergoda untuk menghalalkan segala cara. Maka, yang terjadi kemudian, di tengah kegairahan besar perburuan uang dan harta banyak sekali terjadi kecurangan dan kejahatan: pencurian, penjambretan, perampokan, manipulasi, dan korupsi terjadi di mana-mana.
Oleh karena itu, di tengah arus dan kebiasaan yang menyesatkan dan tidak sehat itu, marilah kita kembalikan uang-harta di sisi satu dan potensi di sisi lain pada peran, fungsi, dan kedudukannya masing-masing yang semestinya. Bagaimanapun juga, uang dan harta bukanlah segala-galanya. Uang dan harta bukanlah bagian inheren dari potensi. Uang dan harta hanyalah bagian dari alat atau sarana untuk mengembangkan potensi.
Bagi manusia, potensi jelas lebih penting dan lebih tinggi kedudukannya daripada uang dan harta. Potensi menjadi bagian inheren manusia yang secara langsung menentukan nasib dan hidup manusia. Pertama-tama dan yang utama, manusia menjalani dan mempertahankan kehidupannya dengan potensi yang dimilikinya, bukan dengan uang dan hartanya. Tanpa uang dan harta pun, selama bisa mengembangkan dan menggunakan potensinya dengan baik dan benar, manusia akan mampu mendapatkan berbagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk tentunya uang dan harta. Sebaliknya, dengan uang dan harta seberapa pun banyaknya, tetapi tak punya potensi yang memadai atau punya potensi tetapi tidak mampu mendayagunakan dan memanfaatkannya dengan benar, cepat atau lambat, manusia akan kehabisan uang dan hartanya untuk kemudian hidup miskin dan menderita.
Dengan segala potensi yang dimilikinya serta memanfaatkannya secara baik dan benar, manusia relatif berkesempatan dan berpeluang dapat meraih semua hal yang diidamkannya atau setidaknya sebagian besar keinginannya. Kendatipun awalnya tidak memiliki uang dan harta, selama memiliki potensi yang memadai dan menggunakannya secara semestinya, manusia akan mampu mendapatkan uang dan harta. Sebaliknya, dengan uang dan harta seberapa pun banyaknya, manusia tidak akan pernah dapat membeli potensi, kecuali dengan cara-cara menyimpang yang melanggar hukum, etika, dan agama. Potensi dapat dikembangkan menjadi kompetensi dan kualifikasi hanya dengan belajar dan berlatih yang tak kenal lelah dan menyerah. Potensi tak ada kaitannya langsung dengan uang dan harta. Sebagai alat untuk menunjang pengembangan potensi, uang dan harta kadang-kadang diperlukan sebatas untuk menutup biaya saja, selebihnya yang paling penting adalah kesadaran, kemauan, dan tekat untuk belajar dan berlatih yang tak kenal lelah dan putus asa sembari terus berdoa.
Dalam melihat dan mengembangkan potensi, janganlah kita tergantung pada uang dan harta. Jika tergantung pada uang dan harta, sebagian besar dari kita sangat mungkin akan menyerah sebelum bertanding dalam mengembangkan potensi: karena tak punya uang dan harta, baru pada tahap akan melangkah untuk mengawali ikhtiar saja kita akan loyo dan tak berdaya. Akibat terlalu terpancang dan fokus pada uang dan harta, ketiadaan atau sedikitnya uang dan harta akan melemahkan semangat untuk berusaha. Ketiadaan atau sedikitnya uang dan harta, disadari atau tidak, menjadi penghambat dan penghalang untuk dan dalam mengembangkan potensi.
Sikap yang tepat dalam melihat dan mengembangkan potensi adalah tergantung pada potensi itu sendiri. Sikap ini akan membebaskan kita dari pengaruh dan perangkap uang dan harta –– juga faktor pendukung lain yang sifatnya fisik dan material –– sehingga dalam mengembangkan potensi kita akan lebih fokus pada upaya-upaya konkret untuk menggenjot potensi menjadi kompetensi dan kualifikasi. Dengan bebas dari pengaruh dan bayang-bayang uang dan harta, kita akan benar-benar berpikir dan bertindak untuk kepentingan dan kebaikan potensi yang kita miliki.
Akan tetapi, dapatkah kita lepas dari bayang-bayang uang dan harta dalam mengembangkan potensi? Tentu saja bisa. Tidak sedikit orang miskin menjadi tokoh besar dan sukses yang memulai usaha pengembangan potensinya tanpa uang dan harta atau dengan uang dan harta dalam jumlah yang sedikit sekali. Bagaimana mereka mengembangkan potensi dengan tergantung dan bergelimang uang dan harta, sedangkan untuk makan sehari-hari saja mereka hampir tak bisa karena tidak punya uang?
Sekali lagi, uang dan harta bukanlah bagian dari potensi. Dalam mengembangkan potensi, kita tidak semestinya terpancang dan tergantung pada uang dan harta. Jika kita terpancang dan tergantung pada uang dan harta, potensi kita akan berkembang mengikuti gerakan liar uang dan harta yang tak menentu arahnya untuk kemudian potensi itu, sangat mungkin, akan redup dan mati. Namun, dengan tetap fokus dan tergantung pada potensi itu sendiri, potensi akan berkembang menjadi kompetensi dan kualifikasi sehingga ada harapan besar kesuksesan akan datang mengiringi. Dan jika kesuksesan sudah dalam genggaman, maka uang dan harta akan “datang” dengan sendiri menghampiri kita.

Mengukur Potensi

Sumber: tes.com
Dapatkah potensi diukur? Bagaimana cara mengukur potensi? Mengapa potensi perlu diukur? Apa manfaat mengukur potensi dalam upaya meraih prestasi?
Potensi dapat diukur, tetapi tidak dilakukan dengan cara seperti halnya kita mengukur panjang benda dengan meteran. Potensi diukur dengan cara dikira-kira batas minimal dan maksimalnya atau besar dan kecilnya. Setiap pribadi dapat mengukur potensi dirinya berdasarkan kebiasaan, kecenderungan, kemampuan, atau kelebihan yang dimiliki. Melalui kebiasaan, kecenderungan, kemampuan, atau kelebihan yang dipraktikkan selama waktu tertentu, biasanya kita akan mengetahui besar kecilnya potensi yang kita miliki.
Akan tetapi, karena umumnya bersifat abstrak, potensi sulit diukur secara tepat. Untuk itu, kita perlu juga meminta pendapat orang-orang terdekat tentang potensi kita. Jika perlu, untuk mengukur potensi yang kita miliki, kita berkonsultasi dan meminta bantuan kepada ahlinya, yakni psikolog. Hasil pengukuran yang kita lakukan dapat dipadukan dengan pendapat orang lain sehingga hasilnya diharapkan dapat lebih akurat atau lebih mendekati kebenaran.
Potensi diri perlu diukur karena setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda. Misalnya saja, tidak sedikit anak yang memiliki potensi dalam seni lukis, tetapi potensi mereka lazimnya bervariasi dan berbeda-beda: ada anak yang memiliki potensi besar, ada yang potensinya sedang, serta ada yang potensinya kecil saja. Hal yang sama juga berlaku pada bidang-bidang lain.
Potensi juga perlu diukur untuk menentukan usaha pengembangan potensi itu sendiri. Dengan mengetahui besar kecilnya potensi yang dimiliki, seseorang relatif akan lebih sesuai dalam menentukan takaran kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan potensi. Dengan demikian, takaran kegiatan pengembangan potensi dapat dilakukan secara tepat atau profesional sehingga akan lebih optimal dalam menghasilkan keterampilan/kemampuan. Optimalisasi dalam menghasilkan kemampuan penting dilakukan sebagai usaha untuk mencapai prestasi tinggi.
(Sumber: Sadah Siti, http://caraelok.blogspot.com/search/label/Pengembangan%20Potensi)

Mengenal Potensi Diri

Sumber: solusik.com
Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan. Tidak ada manusia yang sempurna, tetapi tidak ada pula manusia yang sama sekali tidak memiliki kelebihan. Artinya, di antara ketidaksempurnaan yang disandangnya, manusia tetap memiliki kelebihan. Sekecil apa pun, kelebihan dianugerahkan Tuhan kepada manusia.
 Kelebihan itulah yang disebut potensi. Jika setiap manusia memiliki kelebihan, berarti setiap manusia memiliki potensi. Oleh karena memiliki potensi, berarti pula setiap manusia memiliki kesempatan, peluang, dan kemungkinan untuk meraih prestasi. Mengapa begitu? Hal itu tidak lain karena potensi adalah modal yang berharga dan penting bagi manusia untuk menggapai prestasi.
Dengan demikian, setiap orang berhak, boleh, layak, atau perlu berusaha meraih prestasi. Para remaja dan pelajar bahkan dapat dikatakan harus berlomba-lomba meraih prestasi setinggi-tingginya. Para remaja dan pelajar saat ini memiliki tanggung jawab untuk meraih prestasi dalam usaha mempersiapkan diri menjadi calon-calon pemimpin masyarakat, bangsa, dan negara pada masa depan.
 Dengan modal potensi yang dimiliki, setiap remaja dan pelajar berpeluang meraih prestasi. Akan tetapi, untuk mewujudkan prestasi, potensi harus  dikembangkan. Upaya pengembangan potensi dilakukan dengan belajar dan berlatih secara rajin, tekun, teratur, ulet, disiplin, berkesinambungan, dan sebagainya. Adapun sebelum dikembangkan, potensi itu sendiri harus lebih dahulu dikenali dan diketahui jenisnya. Ada bermacam-macam jenis potensi yang dimiliki manusia. Jenis dan besar kecilnya potensi yang ada pada setiap pribadi berbeda-beda. Dengan mengetahui secara tepat jenis potensi yang dimiliki, kemudian mengembangkannya secara tepat pula, seorang pribadi mempunyai peluang besar untuk meraih prestasi tinggi.
Dengan begitu, penting untuk diperhatikan, sebelum melakukan upaya p-ngembangan diri, kita harus terlebih dahulu mengenal dan mengetahui potensi yang kita miliki. Kita harus memastikan secara tepat potensi kita; baru setelah itu memulai usaha pengembangan diri. Dengan cara begitu, potensi yang kita miliki akan berkembang secara optimal serta akhirnya kita dapat berharap dan optimis bahwa kita akan mampu meraih prestasi.
(Sumber: Sadah Siti, http://caraelok.blogspot.com/search/label/Pengembangan%20Potensi)

Cara Mengenal Potensi Diri


Sumber: tribuna.md

Sudahkah Anda, para remaja, mengetahui dengan tepat dan pasti jenis potensi yang ada pada diri Anda? Salah satu dari berbagai jenis potensi pasti Anda miliki atau bahkan dua di antaranya ada pada diri Anda. Untuk meraih prestasi, kita tentunya harus mengenal atau mengetahui potensi yang kita miliki.
Usaha untuk mengenal atau mengetahui potensi tidak dapat dilakukan dengan cara sembarangan. Kita tidak dapat menilai potensi diri berdasarkan selera pribadi. Misalnya, hanya karena Anda menggandrungi musik, Anda lantas menyimpulkan bahwa potensi yang Anda miliki ada pada bidang musik. Atau, hanya karena teman Anda banyak yang menyukai jenis olahraga tertentu, Anda memaksakan diri untuk ikut-ikutan menyukainya kemudian memastikan bahwa potensi Anda ada pada bidang olahraga itu. Langkah seperti itu bukan cara yang tepat dalam menilai dan mengetahui potensi diri.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui potensi diri tentu saja adalah menanamkan keinginan yang kuat dan serius untuk mengenal potensi diri sendiri. Setelah itu, kita harus mencoba mulai mengetahui potensi diri dengan jujur, objektif, dan realistis. Kita harus melihat dan menilai secara apa adanya kemudian berani dan bersedia menerimanya dengan apa adanya juga.
Itulah hal-hal yang paling harus diutamakan dalam mengetahui potensi diri. Adapun langkah-langkah terperinci dalam mengetahui potensi itu sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berikut ini beberapa cara di antaranya.
·       Selama waktu tertentu, lakukan banyak kegiatan. Kegiatan yang dapat dipilih, antara lain, olahraga, seni, menulis (mengarang), dan kerajinan tangan. Dalam memilih kegiatan yang akan dilakukan, jangan terpancang pada kegiatan yang disukai saja.
·       Dari sekian kegiatan yang dilakukan, rasakan kegiatan yang paling cepat mengalami perkembangan dan kemajuan. Untuk keperluan ini, dapat dibuat daftar tertulis berisi kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan serta perkembangan dan kemajuan yang dicapai.
·       Mintalah pendapat kepada orang lain tentang kegiatan yang paling atau lebih menonjol dari sekian kegiatan yang dilakukan. Maksudnya,  menurut penilaian orang lain, kegiatan apa yang tampak menunjukkan kemampuan yang paling mengesankan dari sekian kegiatan yang kita lakukan. Orang lain yang dimintai pendapat terutama adalah teman satu kegiatan, sahabat karib, guru, orang tua, dan saudara.
·       Kegiatan yang lebih cepat mengalami perkembangan dan kemajuan serta menurut penilaian orang lain memperlihatkan kemampuan yang mengesankan kemungkinan menjadi potensi yang kita miliki. Lanjutkan kegiatan tersebut sambil terus merasakan perkembangan dan kemajuan yang dicapai serta meminta pendapat orang lain, sementara kegiatan-kegiatan lain yang tidak memperlihatkan perkembangan mengesankan dapat langsung ditinggalkan.
Empat upaya tersebut hanya merupakan alternatif yang dapat kita lakukan. Keempatnya masih dapat kita lengkapi dengan beberapa langkah lain. Langkah tambahan yang dapat dilakukan, antara lain, sebagai berikut:
·       mengenali diri sendiri dengan membuat daftar pertanyaan, seperti apa yang membuat kita bahagia, apa yang kita inginkan dalam hidup, apa kelebihan dan kekuatan kita, serta menjawab pertanyaan-pertanyan tersebut dengan jujur dan objektif;
·       menentukan tujuan hidup –– jangka pendek dan jangka panjang –– secara realistis, yakni sesuai dengan kemampuan dan keadaan yang dihadapi;
·       mengenali motivasi hidup dengan cara merasakan hal-hal apa yang membuat kita paling atau lebih terpacu untuk melakukan aktivitas tertentu;
·       menghilangkan kebiasaan berpikir negatif dengan tidak melemparkan kesalahan dan kelemahan kepada pihak lain, tetapi justru dijadikan bahan untuk evaluasi dan memperbaiki diri;
·       tidak menyesali dan mengadili diri sendiri berkepanjangan jika melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan, tetapi menjadikan keduanya (kesalahan atau kegagalan) sebagai penambah semangat.



Hambatan dalam Pengembangan Potensi



Sumber: www.viva.co.id
Mengembangkan potensi untuk meraih prestasi bukanlah usaha yang mudah dan sederhana. Dalam praktiknya, akan ditemui banyak kendala atau hambatan. Kian tinggi prestasi yang hendak diraih, makin besar pula hambatan yang biasanya menghadang. Mengatasi hambatan akan menjadi usaha lain yang harus dilakukan dalam upaya keseluruhan meraih prestasi.
Hambatan dalam pengembangan potensi akan bersifat internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri sendiri, sedangkan hambatan eksternal muncul dari lingkungan sekitar. Kedua hambatan ini memiliki bentuk dan sifat yang berbeda.
1.  Hambatan dari Diri Sendiri
Apakah Anda pernah atau sering merasa malas, takut, cemas, bimbang, atau rendah diri saat akan melakukan sesuatu? Apakah kita selamanya akan merasa berambisi, tegar, dan yakin saat akan memulai kegiatan? Dapatkah kita selalu konsisten untuk merasa optimis bahwa kita akan mampu dan sukses dalam mewujudkan sesuatu?
Kiranya hampir tidak ada orang yang selamanya mampu bersikap optimis saat hendak memulai pekerjaan atau kegiatan. Merasa bimbang atau khawatir saat akan melakukan sesuatu adalah keadaan yang wajar dan manusiawi. Semua manusia pernah mengalaminya karena semua manusia pada dasarnya memiliki kelemahan.
Akan tetapi, itulah yang namanya hambatan yang muncul dari diri sendiri. Hambatan seperti itu datang dari dalam perasaan sendiri dan sering muncul tanpa alasan yang jelas. Perasaan enggan, cemas, tidak percaya diri, pesimis, dan sejenisnya mungkin saja muncul akibat adanya saingan yang berat, tidak adanya pendamping yang berkompeten, sulitnya tantangan yang dihadapi, dan sebagai-nya.
Namun, perasaan-perasaan negatif itu sebenarnya lebih merupakan bayangan semu karena sebelum kita terjun langsung dalam kancah persaingan, kita tidak akan pernah tahu keadaan yang sesungguhnya. Hambatan seperti itu memang seringkali muncul tanpa dikehendaki. Hambatan ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus datang mengganggu, tetapi harus diatasi (dihilangkan) jika kita menginginkan prestasi tinggi.
Bentuk hambatan lain yang dapat muncul dari dalam diri sendiri ialah perasaan melihat kemampuan diri yang terlalu tinggi. Kemampuan diri sendiri dinilai begitu besar dan tinggi sehingga apa yang akan dihadapi seolah-olah akan mudah ditaklukkan. Hal ini akan menimbulkan optimisme yang berlebihan, sikap arogan (congkak atau sombong), serta terlalu menganggap remeh orang lain dan tantangan yang akan dihadapi. Perasaan seperti ini jelas menjadi hambatan yang harus dikikis karena tidak akan dapat mendukung terwujudnya prestasi.
Optimisme berlebihan serta mengaggap dan menilai kemampuan diri begitu tinggi dan di atas orang lain biasanya terjadi pada seseorang yang pernah mengenyam prestasi tertentu. Pernah mencapai prestasi tertentu dengan mengalahkan para pesaing menyebabkan munculnya perasaan superior sehingga seolah-olah tidak ada orang yang dapat menandinginya lagi. Apalagi jika prestasi tersebut dapat diraih beberapa kali sekaligus, perasaan superior  itu dapat muncul lebih kuat lagi –– padahal, bisa jadi, masih banyak orang lain yang kemampuan dan prestasinya lebih tinggi tidak mengikuti persaingan yang dimaksud.
2. Hambatan dari Lingkungan
Apakah kehidupan di sekeliling kita senantiasa sejalan dengan keinginan kita? Mungkinkah kehidupan di sekitar rumah selalu memberi manfaat bagi upaya kita dalam mencapai sesuatu? Benarkah semua yang ada di dalam rumah kita dapat menolong kita dalam meraih keinginan? Benarkah pula pendidikan yang kita ikuti setiap hari selamanya dapat diandalkan memberi dukungan bagi pencapaian prestasi?
Lingkungan, yakni kehidupan di sekeliling kita, tidak selalu memberi pengaruh positif terhadap upaya meraih prestasi. Lingkungan memang dapat menjadi pendukung pencapaian prestasi. Akan tetapi,  banyak kasus menunjukkan bahwa lingkungan seringkali menjadi sumber datangnya hambatan. Televisi, misalnya, setiap hari menggoda kita untuk terus-menerus menontonnya hingga dapat menjadikan kita lalai untuk belajar dan berlatih. Hiruk-pikuk kehidupan di sekitar rumah dan sekolah juga sering membuat kita sulit untuk fokus dan berkonsentrasi. Bahkan, pendidikan di sekolah yang biasa kita ikuti pun kadang ada yang tidak sesuai dengan upaya menumbuhkan semangat berprestasi.
Rumah, sekolah, dan kampung kadang mendatangkan hambatan yang tidak kita duga. Sikap teman, guru, tetangga, bahkan juga orang tua dan saudara kadang tidak seperti yang diharapkan. Misalnya saja, anak gadis dari kalangan masyarakat adat tertentu kurang mendapat dukungan semestinya dari keluarga untuk meraih prestasi tertentu –– dalam bidang pendidikan, kesenian, olahraga, dan sebagainya –– hanya karena tradisi adat menganggap perempuan lebih pantas berada dan beraktivitas di dapur.
Semua itu adalah hambatan yang datang dari lingkungan. Hambatan dari lingkungan tampaknya akan selalu ada. Hambatan dari lingkungan sangat sulit untuk dihilangkan sepenuhnya karena melibatkan banyak sekali faktor yang berada di luar diri kita. Oleh karena itulah, kita dituntut untuk cerdik menghadapinya. Biarpun sangat sulit untuk dilenyapkan sama sekali, hambatan dari lingkungan dapat dinetralisasi jika kita pandai menghadapinya. Kuncinya adalah kita harus tegas dalam pendirian dan teguh memegang prinsip sehingga tidak mudah terpengaruh oleh keadaan.
Selain itu, kita juga harus pandai meyakinkan bahwa prestasi yang akan kita capai tidak akan mencederai tatanan dan nilai-nilai kehidupan yang berlaku di sekitar kehidupan kita. Sebaliknya, prestasi tersebut justru akan memperkuat tatanan dan nilai-nilai yang dimaksud. Prestasi dalam bidang apa pun, selama itu positif (tidak bertentangan dengan norma), pada hakikatnya tidak akan mengganggu tatanan dan nilai-nilai kehidupan, melainkan akan turut memperkukuhnya serta mengangkat derajat dan mengharumkan nama masyarakat setempat.


Mendayagunakan Potensi


Sumber: televendasecobranca.com.br
Potensi sering tidak terlihat dan tidak terasakan sehingga seolah-olah menjadi misteri: ada “bendanya”, tetapi tidak berwujud atau berwujud samar-samar saja. Dengan kata lain, potensi masih merupakan daya atau kekuatan terpendam yang keberadaannya belum muncul dan memberi manfaat secara optimal. Untuk membuat potensi menjadi optimal dan berdaya guna, diperlukan adanya dua hal, yakni ambisi dan upaya pengasahan.
1.  Perlunya Ambisi
Ambisi adalah hasrat yang kuat dan besar untuk dapat melakukan sesuatu atau menjadi sesuatu –– melakukan sesuatu, misalnya, memecahkan rekor dan menaklukkan puncak gunung; menjadi sesuatu, misalnya, menjadi atlet, seniman, dan direktur. Ambisi akan menggerakkan orang untuk berusaha keras melakukan hal yang diperlukan demi terwujudnya keinginan. Jika seseorang berambisi menjadi olahragawan terkenal, maka ia akan berusaha sekuat tenaga mewujudkan ambisi-nya tersebut.
Dengan ambisi, kita akan terpacu untuk melakukan usaha. Sebaliknya, tanpa ambisi, kita mudah mengalami kemandekan. Tanpa ambisi, kita cenderung merasa puas dan pasrah dengan apa yang sudah kita peroleh sehingga menjadi tidak termotivasi untuk mendapatkan hal-hal yang lebih baik, lebih besar, dan lebih tinggi. Tanpa memiliki ambisi, kita akan pasif sehingga kemungkinan kita tidak akan mengetahui potensi diri atau mengetahuinya, tetapi cenderung tidak peduli.
Oleh sebab itu, untuk mengetahui potensi diri, kita membutuhkan ambisi. Ambisi akan mendorong kita untuk mencapai sesuatu; sedangkan untuk mencapai sesuatu itu kita akan berusaha menggali dan mengetahui potensi diri. Akan tetapi, kita tidak boleh mengumbar ambisi secara berlebihan. Ambisi yang berlebihan dapat menyebabkan munculnya sikap membabi buta yang tidak peduli pada etika, hukum, dan tata tertib sehingga justru akan menjerumuskan kita pada tindakan melanggar hukum dan kegagalan.
2.  Pengasahan Potensi
Potensi yang dimiliki setiap manusia pada awalnya masih merupakan daya yang diam atau pasif. Potensi ibarat bahan mentah yang teronggok di tempat penyimpanan serta belum dimanfaatkan dan diolah. Sebagai daya yang pasif, potensi membutuhkan sentuhan. Tanpa sentuhan, potensi selamanya hanya akan menjadi daya yang terlelap dan mungkin akhirnya akan sirna dan sia-sia. Barangkali memang benar jika dikatakan bahwa potensi ibarat “makhluk” tertidur yang harus dibangunkan dan dibangkitkan.
Potensi membutuhkan sentuhan agar bangkit dan bermanfaat. Artinya, potensi perlu digarap dengan cara diasah agar menjadi keterampilan atau kecakapan. Dengan kata lain, potensi harus dikembangkan menjadi kompetensi atau kemampuan yang riil atau nyata. Dengan mewujudnya potensi menjadi keterampilan atau kecakapan (kemampuan nyata), maka upaya untuk meraih prestasi menjadi memungkinkan untuk dilakukan.
Bagaimana cara mengasah potensi agar berkembang menjadi keterampilan atau kecakapan? Caranya tidak lain adalah dengan melatihnya secara tepat. Agar menjadi keterampilan atau kecakapan, potensi harus dilatih dengan metode atau cara yang benar. Adapun pelatihan untuk mengasah potensi juga harus dilakukan dengan rajin, tekun, teratur, ulet, disiplin, pantang menyerah, tidak cepat merasa puas, optimal, dan berkesinambungan.